MAKALAH DISKUSI
JUAL BELI DALAM ISLAM
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1
1.3 Tujuan Dan Manfaat........................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jual-Beli.......................................................................... 2
2.2 Dasar Hukum Jual Beli..................................................................... 3
2.3 Rukun Dan Syarat Jual Beli............................................................ 5
2.4 Macam – Macam Jual Beli............................................................... 9
2.5 Jual Beli Yang Diharamkan............................................................. 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 15
3.2 Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat
hidup sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya, atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui,
manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun
tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam
bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan
manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai
aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli
harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai
khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah
untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat,
melalaikan aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal
atau haram menurut syariat Islam.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian jual
beli?
1.2.2 Bagaimana landasan
hukum jual beli?
1.2.3 Apa saja rukun dan
syarat jual beli?
1.2.4 apa saja macam – macam
jual beli?
1.2.5 Apa saja jual beli
yang diharamkan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Mengetahui jual beli
sesuai syariat Islam.
1.3.2 Menambah pengetahuan
tetang jual beli.
1.3.3 Menambah ketaqwaan
kepada Allah SWT.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Jual-Beli
2.1.1
Menurut Bahasa
Dalam istilah Islam, kata jual-beli
mengandung satu pengertian, yang berasal dari bahasa Arab, yaitu kata “باع” , yang jama’nya adalah “بيوع” dan konjungsinya adalah “باع
- يبيع - بيعا”
yang berarti menjual.
M. Ali Hasan dalam bukunya Berbagai
macam transaksi dalam Islam (fiqh Islam) mengemukakan bahwa pengertian
jual-beli menurut bahasa, yaitu jual-beli “البيع” artinya “menjual”, mengganti dan menukar
(sesuatu dengan sesuatu yang lain)”. Kata dalam bahasa Arab terkadang digunakan
untuk pengertian lawannya, yaitu kata “الشراء” (beli).
Dengan demikian kata berarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti kata “beli”
“البيع والشراء”.
2.1.2
Menurut Istilah
Jual-beli merupakan sarana tempat
bertemunya antara penjual dan pembeli yang dilakukan atas dasar suka sama suka,
sehingga keduanya dapat saling memperoleh kebutuhannya secara sah. Dengan
demikian jual-beli juga menciptakan “حبل من
الناس” (hubungan
antara manusia) di muka bumi ini dengan alasan agar keduanya saling mengenal
satu sama lain, sehingga interaksi sosial dapat terlaksana dengan baik, karena
manusia merupakan makhluk sosial.
Dengan demikian, jual-beli merupakan
pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela dan memindahkan milik
dengan ganti yang dapat dibenarkan, berarti barang tersebut dipertukarkan
dengan alat ganti yang dapat dibenarkan. Adapun yang dimaksud dengan ganti yang
dapat dibenarkan di sini berarti milik atau harta tersebut dipertukarkan dengan
alat pembayaran yang sah, dan diakui keberadaannya, misalnya uang rupiah dan
mata uang lainnya.
2.1.3
Pengertian Saksi
Dalam islam saksi sangat diperlukan
apabila melakukan transaksi jual-beli secara kredit atau hutang, hal ini
berdasarkan Q.S Al-Baqarah ayat 282 yang berisi tentang saksi dua orang
laki-laki, seorang laki-laki dan dua orang perempuan pada saksi harta benda
Kesaksian dalam bahasa Arab disebut
syahadah dan saksi disebut syahid. Kesaksian dalam istilah Fiqh adalah
pemberitahuan secara sungguh dari seseorang yang dipercaya di depan hakim
tentang terjadinya suatu peristiwa atau tentang tetapnya suatu peristiwa atau
tentang tetapnya suatu hak bagi seseorang atas seseorang.
Saksi adalah orang yang memberikan
keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu tentang suatu
peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai
bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.
Allah mengajarkan dalam al-Qur’an supaya
mengadakan saksi dalam beberapa urusan. Ini berarti supaya urusan itu dilakukan
secara terbuka dan pengetahuan bersama. Di antara tujuannya menghindarkan
perselisihan dan kalau terjadi juga perselisihan mudah diselesaikan, karena ada
orang yang akan memeberikan keterangan menurut keadaan yang sebenarnya, bukan
berdasarkan dugaan yand tiada beralasan.
2.2
Dasar Hukum Jual Beli
2.2.1
Al – Qur’an
Q.S
Al-Baqarah ayat 275
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
(البقره: ٢٧٥)
Artinya
: “Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (QS. al-Baqarah: 275)
Q.S
An-Nisa 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا(النساء:٢٩)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama
kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri
kalian sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.”.(Q.S
An-Nisa’:29)
Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zilalil
Qur’an mengemukakan bahwa Allah SWT. menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba, karena tidak adanya unsur-unsur kepandaian, kesungguhan dan
keadaan alamiah dalam jual-beli dan sebab-sebab lain yang menjadikan perniagaan
pada dasarnya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sedangkan, perbuatan riba pada
dasarnya merusak kehidupan manusia, Islam telah mengatasi keadaan-keadaan yang
terjadi pada masa itu dengan pengobatan yang nyata, tanpa menimbulkan gejolak
ekonomi dan sosial.
A. Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya
Al-Maraghi menyatakan bahwa, memakan harta dengan cara yang batil adalah
mengambil tanpa keridhaan dari pemilik harta atau menafkahkan harta bukan pada
hakiki yang bermanfaat, maka termasuk dalam hal ini adalah lotre, penipuan di
dalam jual-beli, riba dan menafkahkan harta pada jalan yang diharamkan,
serta pemborosan dengan mengeluarkan
harta untuk hal-hal yang tidak dibenarkan oleh akal. Harta yang haram biasanya
menjadi pangkal persengketaan di dalam transaksi antara orang yang memakan
harta itu menjadi miliknya.
2.2.2
Hadist
Nabi Muhammad saw, juga menyebutkan
dalam haditsnya. Beliau pernah ditanya oleh seseorang, “apakah usaha yang
paling baik”, maka beliau menjawab
عَنْ
رِفَعَةٍ بْن رَافِعٍ اَنَّ النَّبِىَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ
اَىُّ اْلكَسَبِ اَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيِّعٍ
مَبْرُوْرٌ
(
رَوَاهُ اْلبَزَار وَصَحَحَهُ الحَكِيْم )
Artinya :“Dari
Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya tentang usaha yang
bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab: Pekerjaan seseorang dengan tangannya
dan setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan.”
(HR. Al-Bazzar dan ditashihkan Hakim).
Hadits tersebut menerangkan bahwa manusia harus berusaha mencari rizkinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Jika usahanya itu berupa
jual-beli, maka jual-beli itu harus halal tanpa ada unsur penipuan.
2.2.3
Itjma’
Ijma’ merupakan kesepakatan beberapa
ahli istihsan atau sejumlah mujtahid umat Islam setelah masa Rasulullah saw.
tentang hukum atau ketentuan beberapa masalah yang berkaitan dengan dengan
syari’at atau suatu hal.
Adapun landasan ijma’ ummah tentang
jual-beli : ummat sepakat bahwa jual-beli dan penekanannya sudah berlaku sejak
zaman Rasulullah saw, perbuatan itu telah dibolehkan oleh Rasulullah saw.
2.3
Rukun Dan Syarat Jual Beli
2.4.1
Secara Terperici
A.
Sighat
Sighat adalah akad dari kedua belah
pihak, baik dari penjual atau pembeli. Aqad merupakan niat akan perbuatan
tertentu yang berlaku pada sebuah peristiwa tertentu. Menurut istilah fiqh akad
disebut juaga ijab qabul.
Ijab yaitu permulaan penjelasan yang
keluar dari salah seorang yang berakad, untuk memperlihatkan kehendaknya dalam
mengadakan akad, siapa saja yang memulainya. Qabul yaitu jawaban pihak yang
lain sesudah adanya ijab, untuk menyatakan persetujuannya.
Adapun ijab qabul, memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Keadaan ijab qabul satu sama lainnya harus di satu tempat
tanpa ada pemisah yang merusak.
b.
Ada kesepakatan atau kemufakatan ijab qabul pada barang
yang saling ada kerelaan diantara mereka, berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika keduanya
tidak sepakat dalam jual-beli atau aqad, maka dinyatakan kesepakatan maka
jual-beli itu sah.
c.
Ungkapan harus menunjukkan masa lalu (madhi), seperti
perkataan penjual “aku rela menjual” dan perkataan pembeli “aku telah terima”,
atau masa sekarang (mudhari’) jika yang diinginkan pada waktu itu juga. Jika
yang diinginkan masa yang akan datang dan semisalnya, maka hal itu merupakan
janji untuk berakad dan janji tidaklah
sebagai akad yang sah oleh karena itu
tidak sah secara umum.
B.
Aqid
Aqid adalah orang yang melakukan aqad
yaitu penjual dan pembeli.
Adapun syarat-syarat aqid adalah sebagai
berikut :
a. Baligh, maksudnya
adalah anak yang masih di bawah umur, tidak cakap untuk melakukan transaksi
jual-beli, karena dikhawatirkan akan terjadi penipuan.
b. Berakal, maksudnya
adalah bisa membedakan, supaya tidak mudah terkicuh.
c. Tidak dipaksa, maksudnya
adalah orang yang melakukan transaksi harus dilakukan atas dasar suka sama
suka. Hadits riwayat Ibnu
Hibban dan Ibnu Majah menjelaskan hal tersebut
إِنَّمَا الْبَيْعُ
عَنْ تَرَاضٍ
Artinya
: “Sesungguhnya Jual Beli itu haruslah dengan saling suka sama suka.”
d. Keadaannya tidak
mubazir (pemboros) karena harta orang yang mubazir itu ditangan walinya.
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ
قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا ﴿النساء:٥﴾
Artinya :
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang
belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Q.S An-Nisa’:5)
C.
Ma’qud ‘alaih
Adalah
barang yang menjadi obyek jual-beli.
Adapun syarat-syarat aqid adalah sebagai
berikut :
a.
Keadaannya Suci, maksudnya adalah bukan barang yang najis
dan terkena najis mupun barang yang diharamkan, Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Artinya
: “Sesungguhnya jika Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu, maka Allah
mengharamkan upah (hasil jual belinya)” (HR. Ad Daruquthni 3: 7 dan Ibnu
Hibban 11: 312)
b.
Memiliki Manfaat , maksudnya barang itu memberi nilai
manfaat dan sesuai kebutuhan bukan hanya sekedar pemborosan, firman Allah SWT
dalam QS. Al-Isra’ ayat 27:
إِنَّ
الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ
كَفُورًا(الاءسراء:٢٧)
Artinya
:” Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan sesungguhnya setan
itu sangat ingkar kepada tuhannya.” (QS Al Isra : 27)
c.
Barang sebagai obyek jual-beli dapat diserahkan, hal ini
agar tidak terjadi penipuan dan merugikan salah satu pihak, Rasulullah Bersabda
عن أَبِي هُريْرَةَرضِيَ اللُّه قال:أَنَّ النَّبِيَّ
صلى الله على وسلم نَهَى عن بَيْعِ الْحَصَاة وَعَنْ بَيْعِ الْغُرَرِ. (رواه ُمسلم)
Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw melarang jual-beli
dengan cara melempar batu dan jual-beli yang mengandung tipu daya”. (HR.
Muslim)
d.
Barang itu kepunyaan yang menjual
يَا
رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيَسْأَلُنِي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي
أَبِيعُهُ مِنْهُ ثُمَّ أَبْتَاعُهُ لَهُ مِنْ السُّوقِ قَالَ لَا تَبِعْ مَا
لَيْسَ عِنْدَكَ
Artinya :
“Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku seraya meminta kepadaku agar
aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan cara terlebih dahulu
aku membelinya untuknya dari pasar?” Rasulullah menjawab : “Janganlah engkau
menjual sesuatu yang tidak ada padamu .” (Shahih, HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah)
e.
Jelas barangnya, maksudya barang yang diperjual-belikan
oleh penjual dan pembeli dapat diketahui dengan jelas zatnya, bentuknya maupun
sifatnya sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua belah pihak yang
mengadakan jual-beli, juga tidak terjadi jual-beli gharar, karena hal itu
adalah dilarang oleh agama Islam.
2.4.2
Secara Singkat
Rukun
jual-beli
a.
Adanya penjual dan pembeli
b.
Adanya barang yang dijual atau yang ditransaksikan
c.
Ijab (ucapan dari penjual saya jual) dan Qabul (ucapan dari
pembeli saya beli) ini bentuknya sighat jual beli dengan ucapan. :uang
dari barang yang ia ingin beli dan seorang penjual memberikan barang kepada
pembeli tanpa ada ucapan.
Syarat jual-beli
a.
Adanya keridhaan antara penjual dan pembeli
b.
Orang yang mengadakan transaksi jual beli seseorang yang
dibolehkan untuk menggunakan harta. Yaitu seorang yang baligh, berakal, merdeka
dan rasyiid (cerdik bukan idiot).
c.
Penjual adalah seorang yang memiliki barang yang akan
dijual atau yang menduduki kedudukan kepemilikkan, seperti seorang yang
diwakilkan untuk menjual barang.
d.
Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk
diambil manfaatnya, seperti menjual makanan dan minuman yang halal dan bukan
barang yang haram seperti menjual khamr (minuman yang memabukkan), alat musik,
bangkai, anjing, babi dan yang lainnya.
e.
Barang yang dijual/di jadikan transaksi barang yang bisa
untuk diserahkan. Dikarenakan jika barang yang dijual tidak bisa diserahkan
kepada pembeli maka tidak sah jual belinya. Seperti menjual barang yang tidak
ada. Karena termasuk jual beli gharar (penipuan). Seperti menjual ikan yang ada
air, menjual burung yang masih terbang di udara.
f.
Barang yang dijual sesuatu yang diketahui penjual dan
pembeli, dengan melihatnya atau memberi tahu sifat-sifat barang tersebut
sehingga membedakan dengan yang lain. Dikarenakan ketidak tahuan barang yang
ditransaksikan adalah bentuk dari gharar.
g.
Harga barangnya diketahui, dengan bilangan nominal
tertentu.
2.4
Macam – Macam Jual Beli
2.4.1
Berdasarkan objek yang ditransaksikan
a.
Tukar menukar uang dengan barang
b.
Tukar menukar barang dengan barang (barter). Disebut bai’
muqayadhah
c.
Tukar menukar uang dengan uang. Disebut as-Sharf.
2.4.2
Berdasarkan waktunya
a.
Jual beli dengan serah terima barang dan pembayaran secara
langsung, inilah jual beli yang umum. Terjadi serah terima barang dan
pembayaran di tempat transaksi atau tunai.
b.
Jual beli dengan pembayaran tertunda dan serah terima barang
di tempat transaksi.
c.
Jual beli dengan penyerahan barang tertunda. Dikenal dengan
bay’ as-Salam.
d.
Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama
tertunda. Ini dinamakan dengan bay’ ad-dain bid dain.
2.4.3
Berdasarkan cara menentukan harga
a.
Bai’ Musawamah: penjual tidak menyebutkan harga modal. Tapi
dia langsung tetapkan harga jual.
b.
Bai’ al-Amanah: penjual menyebutkan harga moda, adapun
pembagiannya adalah sebagai berikut :
1.
Murabahah: penjual menetapkan keuntungan.
2.
Wadhi’ah: dijual lebih murah dari pada harga modal.
3.
Tauliyah : dijual seharga yang sama dengan harga modal.
2.5
Jual Beli Yang Diharamkan
2.5.1
Jual beli yang mengambil waktu sholat
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن
يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ
ذَٲلِكُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (٩) فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا
لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ (١٠)
Artinya : “ Hai orang-orang beriman, apabila diseru
untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli . Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al jumu’ah : 9-10)
2.5.2
Jual beli barang yang diharamkan
وَعَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ سَمِعَ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ:
( إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ,
وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَام فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَرَأَيْتَ
شُحُومَ اَلْمَيْتَةِ, فَإِنَّهُ تُطْلَى بِهَا اَلسُّفُنُ, وَتُدْهَنُ بِهَا
اَلْجُلُودُ, وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا اَلنَّاسُ? فَقَالَ: لَا هُوَ حَرَامٌ , ثُمَّ
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ ذَلِكَ: قَاتَلَ اَللَّهُ
اَلْيَهُودَ, إِنَّ اَللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ,
ثُمَّ بَاعُوهُ, فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya
: “Bahwasannya Jabir r.a. mendengar Nabi SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah
telah mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi dan patung-patung (berhala).
Seorang berkata: Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang lemak
bangkai? Lemak itu biasanya digunakan untuk mencat perahu, untuk menggosok
kulit dan dijadikan penerang oleh manusia? Maka beliau menjawab: Tidak boleh,
itu haram. Kemudian beliau bersabda: Semoga orang-orang Yahudi itu dikutuk
Allah, sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemaknya, mereka sama
menghancurkannya, kemudian mereka menjualnya dan memakan uangnya.” (HR. Jama’ah)
2.5.3
Jual beli barang yang dimanfaatkan untuk
kejahatan oleh pembelinya
Jika seorang penjual mengetahui dengan
pasti, bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk sesuatu
yang diharamkan, maka akad jual beli ini hukumnya haram dan batil. Jual beli seperti
ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah
berfirman:
وَ تَعاوَنُوا عَلَى
الْبِرِّ وَ التَّقْوى وَ لا تَعاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَ الْعُدْوانِ
Artinya : “Dan tolong- menolonglah
kamu dalam ( mengerjakan ) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Q.S Al Maidah : 2 )
2.5.4
Jual beli barang yang tidak dimiliki
يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ
فَيَسْأَلُنِي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي أَبِيعُهُ مِنْهُ ثُمَّ أَبْتَاعُهُ لَهُ
مِنْ السُّوقِ قَالَ لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Artinya
: “Wahai
Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku seraya meminta kepadaku agar aku
menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan cara terlebih dahulu aku
membelinya untuknya dari pasar?” Rasulullah menjawab : “Janganlah engkau
menjual sesuatu yang tidak ada padamu .” (Shahih, HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah)
2.5.5
Jual beli barang sebelum sampai ke pasar
وَعَنْ طَاوُسٍ, عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَلَقَّوْا
اَلرُّكْبَانَ, وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا
قَوْلُهُ: وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ? قَالَ: لَا يَكُونُ لَهُ
سِمْسَارًا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya : “Dari Thawus, dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau
menghadang kafilah di tengah perjalanan (untuk membeli barang dagangannya), dan
janganlah orang kota menjual kepada orang desa." Aku bertanya kepada Ibnu
Abbas: Apa maksud sabda beliau "Janganlah orang kita menjual kepada orang
desa?". Ibnu Abbas menjawab: Janganlah menjadi makelar (perantara).
Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari”.
2.5.6
Jual beli dengan cara memaksa
Sesungguhnya
memaksakan orang lain itu merupakan hal yang dzalim
إِنَّمَا الْبَيْعُ
عَنْ تَرَاضٍ
Artinya
: “Sesungguhnya Jual Beli itu haruslah dengan saling suka sama suka.”
2.5.7
Jual beli dengan cara menipu
عن أَبِي هُريْرَةَرضِيَ اللُّه
قال:أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله على وسلم نَهَى عن بَيْعِ الْحَصَاة وَعَنْ بَيْعِ
الْغُرَرِ. (رواه ُمسلم)
Artinya: “Dari Abu
Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw melarang jual-beli dengan cara
melempar batu dan jual-beli yang mengandung tipu daya”. (HR. Muslim)
2.5.8
Jual beli buah - buahan yang masih belum
siap panen (ijon)
نَهَى
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشْقِحَ فَقِيلَ
وَمَا تُشْقِحُ قَالَ تَحْمَارُّ وَتَصْفَارُّ وَيُؤْكَلُ مِنْهَا
Artinya
: “Nabi saw. melarang buah dijual hingga tusyqih, Ditanyakan, “Apa tusyqih itu?” Beliau menjawab, “Memerah dan
menghijau serta (bisa) dimakan darinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
2.5.9
Jual beli janin atau bayi binatang yang
belum lahir
وَعَنْهُ;
( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ
اَلْحَبَلَةِ, وَكَانَ بَيْعاً يَتَبَايَعُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ: كَانَ
اَلرَّجُلُ يَبْتَاعُ اَلْجَزُورَ إِلَى أَنْ تُنْتَجَ اَلنَّاقَةُ, ثُمَّ
تُنْتَجُ اَلَّتِي فِي بَطْنِهَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ
لِلْبُخَارِيِّ
Artinya : “Abdullah
bin Umar R . a berkata: Rasulullah saw melarang menjual anaknya binatang yang
masih dalam kandungan. Yaitu penjualan yang berlaku di masa jahiliyah, seorang
membeli unta sehingga lahir yang di dalam kandungannya kemudian sampai beranak
binatang yang telah lahir itu. (Bukhari, Muslim)”
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini
dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka,
dan menjalin silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual beli
diperbolehkan. Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun
atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya
akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai
syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di
atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan
rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda
hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
3.2
Saran
Dengan makalah ini penulis mengharapkan
pembaca bisa menambah ilmu pengetahuan tentang hukum jual beli menurut syariat
islalm. Dan dapat membedakan antara jual beli yang diperbolehkan dan yang
islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Munawwir,A.W. 1984. Kamus al-Munawwir Arab –
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Progresif
Hasan,M.A. 2003. Berbagai Macam Transaksi Dalam
Islam (Fiqh Muamalat), ed. I. Jakarta: Rajawali Pers.
Lubis,S.K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta:
Sinar Grafida.
Arto,Mukti. 1996. Praktek Perkara Perdata (Pada
Pengadilan Agama). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Al-Jaziri,Abdurrahman. 1990. Kitab al-Fiqh ‘ala
al-Mazahib al-Arba’ah. Beirut: Dar al- Kutub al-Ilmiah
ash-Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqh
Mu’amalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997
Rasyid,Sulaiman.1989. Fiqh Islam. Bandung: Sinar
Bar.
Bakry,Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh
Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2015/07/rukun-dan-syarat-jual-beli-menurut-islam.html
(05-12-2015)
http://adibahafrahnisa.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-rukun-syarat-dan-macam-jual.html
(05-12-2015)
Comments
Post a Comment